Rintik hujan di halte bus
Sumber: Google |
Rintik hujan jatuh perlahan-lahan tanpa izinku. Karena yang kudengar di radio pagi tadi ramalan cuaca hari ini cerah berawan. Maka dari itu aku tak bawa payung biru kesukaan-ku.
Aku segera lari berteduh di halte bus yang biasa aku singgahi jika dalam situasi seperti ini. Sudah biasa untukku di bohongi oleh berita-berita di radio seperti itu.
Aku terduduk dan termenung, bukannya memainkan ponsel seperti anak-anak kota yang lain. Aku hanya terdiam memandangi mobil dan kendaraan lain yang berlalu lalang dihadapanku. Beberapa percikan air hujan mendarat ke pakaian hitam kerjaku dan beberapa kali juga mengenai wajah putih pucatku.
Aku tak peduli....
Lagipula aku sudah di pecat mulai hari ini. Hatiku sangat sakit, karena hanya itu satu-satunya jalan untuk membiayai orang tuaku di desa sana. Mereka termasuk orang yang beruntung karna memiliki anak yang dapat merantau ke kota besar. Karena jarang juga ada anak yang mau mengadu nasib di ibukota seperti Jakarta ini.
"Permisi, baju anda terkena basahan air hujan, butuh jaket?" Aku menoleh setelah sadar dari lamunan. Aku melihat seorang laki-laki berbaju formal dengan rambut berwarna kecoklatan dengan tatanan rambut yang sempurna malah bisa di bilang super perfect.
Ia menyodorkan jaket denim berwarna biru yang sedang trend dikalangan anak muda saat ini,yang ku tahu harganya juga lumayan merogoh kocek terdalam, apalagi hanya untuk orang sepertiku..
Dalam benakku sempat terlintas ingin juga aku sekali-kali memakai jaket seperti itu, tapi apalah dayaku... uang saja aku tak punya. Bahkan untuk biaya pokok sehari-hari saja terkadang harus pusing memutar otak dibuatnya.Memang itu bukanlah "Sebuah hal" yang mampu aku capai.
"permisi?" Ia menyentuh pundakku dengan lembut.Aku menoleh dengan wajah bingungku. Ia tersenyum, dan kembali menyodorkan jaket itu kepadaku dengan tangan kanannya yang sudah memeganginya sedari tadi.
Huuufft .. segera ku sadarkan diriku dari lamunan bodohku sambil ku gelengkan kepalaku seraya berkata "tidak, terima kasih".
"Apa kau mau duduk?" aku menggeser badanku sedikit ke pojok lalu mempersilahkan laki-laki itu untuk duduk di sebelahku dan menjaga jarak cukup jauh.
Ia duduk dengan polosnya, duduknya tegak dan wajahnya cukup tegang bisa dibilang.
"Namaku Arland,mmm aku sedikit mengenalmu". katanya
aku mengerutkan keningku, dan memperhatikan dirinya dari ujung kepala sampai ujung kakinya dengan seksama, Ia juga membalas menatapku dengan bingung.
"Arland? Anak kampung sebelah itu ya?" Cucunya nenek lastri?" tanyaku. Ia mengangguk semangat. Lalu mengulurkan tangannya lurus.
"Kamu jingga kan?" aku mengangguk sambil membalas uluran tangannya. Aku menjadi sedikit lebih malu dibandingkan dirinya.
"sekarang kamu sudah ingat aku kan? kita dulu sering main bersama dirumah tua sebelah sungai itu." Sumpah! senyumnya membuatku pangling.
Kulitnya yang kecoklatan, dan juga tinggi tubuhnya yang ideal itu membuat diriku teringat akan dirinya saat kecil dulu, tak jauh berbeda dari yang sekarang. Tanpa sadar aku tersenyum kecil sendiri melihatnya mengoceh sambil memperagakan beberapa gerakan.
"Kamu ingat kan, ngga?" lagi-lagi dia perjelas ingatanku tentangnya.
aku hanya menganggukkan kepala.
"Wah..aku tak menyangka kau besar dikota ya" Dia mulai berhenti bicara, lalu aku menggelengkan kepala daan masih dalam keadaan senyum.
"Kamu kerja dimana?" tiba-tiba ia mengganti topik dengan secepat itu dan memandangiku. selalu dengan tatapan yang sama.
Entah itu dinamakan tatapan apa. Namun, aku selalu ingat tatapan mata itu, matanya memiliki bentuk yang bulat dan sedikit besar, bulu matanya juga bisa dibilang lentik kalau dibandingkan dengan lelaki lainnya. " dihotel itu, diseberang sana." jawabku
"Lalu? ini kan masih jam kerja." Tegasnya. Kenapa sikapnya langsung berubah begitu saja. Aku ingat sifat tegasnya keluar jika aku mulai membicarakan pelajaran kala itu.
"Aku dipecat tadi oleh atasanku, bukan CEO maksudku." Tapi kudengar CEO itu baru saja selesai rapat dari sana. "Entah kenapa secara tiba-tiba saja aku dipecat." aku tertunduk sedih mengingat peristiwwa tadi.Ia mengusap bahuku dan menatapku semakin dalam.
aku menatapnya lagi dengan tatapan yang semakin bingung.
Ia sedikit terkekeh melihat pandanganku padanya.
"percaya tak percaya,akulah CEO dari hotel itu" katanya sambil tertawa lepas.
Mulutku menganga lebar dan tak berani menatap matanya.Aku mengarahkan pandanganku kejalanan dan menatap rintikkan air hujan. Ia mengusap rambutku lalu mengikuti arahku memandang derai hujan yang masih cukup deras sampai sekarang.
"Kau masih suka yaa melihatnya? Sama sepertiku. aku juga suka memandangi sesuatu, bukan hujan, tapi dirimu.." Aku menoleh dengan terkejut. Kedua tangannya menumpu wajahnya. Ia kembali tertawa sampai matanya hampir tertutup.
"Maksudmu?" Tanyaku
"Aku mencintaimu dari dulu." wajahnya langsung berubah menjadi serius. Dan aku... Aku hanya terdiam tak mampu berkata apa-apa.
*****
Komentar
Posting Komentar